PURWOKERTO - – Seorang warga Banyumas, Rizki Maulidani, resmi melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan dan perusakan lahan yang dialaminya kepada Kepolisian Resor Kota Banyumas (Polresta Banyumas) Selasa 4 November 2024. Laporan tersebut terkait dugaan pelanggaran Pasal 385, Pasal 406, dan Pasal 55 KUHP yang mengatur tentang memasuki atau menempati tanah dan bangunan tanpa hak, serta perusakan bangunan secara melawan hukum. Adapun pihak yang dilaporkan yakni NR, DA, dan YL warga Pekuncen.
Didampingi Penasehat Hukumnya, Joko Susanto SH, Rizki menjelaskan bahwa dirinya merupakan pemenang sah dari lelang eksekusi elektronik yang diadakan pada 3 Juli 2024, dengan objek lelang berupa sebidang tanah seluas 550 meter persegi yang tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 765 atas nama Dedi S dan Apri.
“Saya dinyatakan sebagai pemenang lelang yang sah dan sudah menyelesaikan semua administrasi, termasuk biaya BPHTB. Proses balik nama pun selesai, sehingga sertifikat kini atas nama saya,” ungkap Rizki.
Permasalahan bermula pada 11 Agustus 2024, saat Rizki hendak memulai pembersihan lahan dengan izin Ketua RT dan Kepala Desa setempat.
Menurutnya, kegiatan pembersihan dilakukan dengan dukungan masyarakat yang berencana menggunakan lahan tersebut untuk lomba 17 Agustus. Namun, di tengah kegiatan itu, muncul SL yang mengaku sebagai pemilik lahan.
“Dia datang dengan marah dan mengklaim bahwa lahan itu miliknya, sehingga para pekerja saya takut dan berhenti bekerja,” kata Rizki.
Ketegangan semakin memuncak pada 14 Agustus 2024, ketika Rizki mengutus ayahnya, Sajidin, datang untuk mengawasi kegiatan pembersihan lahan. Dua orang yang mengaku dari LBH Wangon mendatangi Sajidin dan mengancam akan memasang plang bertuliskan “tanah bersengketa”.
Ancaman terus berlanjut hingga pada 15 Agustus 2024. Ketika kedua orang tersebut kembali datang, mereka tetap berniat memasang plang di lahan tersebut. Sajidin yang merasa tertekan akhirnya memanggil polisi setempat untuk mencegah konflik lebih lanjut.
“Mereka datang lagi dengan sikap yang arogan dan membawa nama LBH. Karena ayah saya merasa dipermalukan di depan warga sekitar, beliau akhirnya meminta bantuan aparat setempat,” tutur Rizki.
Lebih lanjut, Rizki menyampaikan bahwa pada 13 September 2024, dirinya mendapat informasi bahwa lahan tersebut sudah ditempati oleh seseorang secara sepihak, bahkan dengan melakukan renovasi tanpa izin. “Ketika saya datang, rumah itu sudah dipasang dua pintu dan ada pohon-pohon di pekarangan yang ditebang tanpa izin saya. Padahal tanah itu milik sah saya,” ungkapnya dengan.
Upaya penyelesaian damai pun sudah dilakukan Rizki, termasuk melalui perangkat Desa Pasiraman Kidul yang bertindak sebagai mediasi pada 16 Oktober 2024, pasca-pencabutan gugatan yang dilayangkan pihak SL. Namun, Rizki menyebutkan bahwa tindakan perangkat desa justru direspon intimidasi oleh pihak terlapor melalui telepon.
“Mereka mengancam perangkat desa, mengatakan kalau mereka akan dibawa ke pengadilan jika tetap ikut campur,” kata Rizki mengutip pernyataan perangkat desa yang ikut mendatangi SL.
Rizki juga menambahkan bahwa pada saat itu, perangkat desa datang dengan niat baik untuk meminta SL mengosongkan lahan secara suka rela. Namun, kehadiran mereka justru disambut dengan sikap intimidatif dari pihak terlapor. "Para perangkat desa menyampaikan permintaan saya dengan baik, namun bukannya menghormati, mereka justru mengintimidasi dan mengancam membawa perkara ini ke ranah hukum," tambah Rizki.
Demi perlindungan hukum dan haknya sebagai pemilik sah tanah tersebut, Rizki pun meminta Polresta Banyumas untuk segera mengambil tindakan. “Saya hanya ingin hak saya dilindungi, tidak ada intimidasi lagi. Saya sudah memiliki sertifikat yang sah dan mengikuti prosedur, tapi saya tetap diintimidasi,” tegasnya.
Sementara itu Joko Susanto SH mengungkapkan, terkait dengan laporan klien kami yakni terkait pasal penyerobotan pengrusakan kemudian menguasai lahan atau bangunan tanpa hak diikuti dengan tindakan menyuruh.
" Siapakah yang menyuruh Siapa yang melakukan pasal 55 itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan sehingga antara orang yang disuruh dan orang yang menyuruh itu adalah modus daripada tindak pidana yang dilakukan baik oleh Kuasa hukumnya sehingga harus bertanggung jawab," ungkap Joko.
Posting Komentar