Ratusan aparat gabungan dari kepolisian dan TNI ikut mengawal proses eksekusi lahan berupa rumah dan toko di Wangon, Banyumas.
Saat akan dilaksanakan eksekusi sempat terjadi ketegangan antara pihak kuasa hukum dengan pihak PN Purwokerto saat pelaksanaan eksekusi, karena pihak Termohon menolak adanya eksekusi tersebut.
Pihak Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto tetap mengeksekusi paksa lahan berupa dan toko di wilayah Wangon, Banyumas padahal belum inkrah (keputusan berkekuatan hukum tetap).
Melihat fakta tersebut, M Andi Taslim selaku kuasa hukum Termohon bernama Hary (47) menyayangkan karena mencederai rasa keadilan.
"Kami melihat ini sebuah sikap arogan dan sembrono yang dipertontonkan pihak PN Purwokerto. Ini dapat mencederai rasa keadilan masyarakat dan peradilan Indonesia," kata Andi Taslim, Kamis 9 Juni 2022.
Menurut Andi Taslim, penetapan yang dibacakan pihak panitera muda (Panmud) perdata PN Purwokerto merupakan Non Executable, yaitu barang atau objek yang akan dieksekusi tidak sesuai dalam amar.
Selain itu, objeknya dalam hal ini kabur tidak jelas dikarenakan batas-batas di dalam objek eksekusi tidak tertuang dalam putusan atau penetapan yang dibacakan Panmud PN Purwokerto.
"Tidak ada sama sekali batasan yang mengatakan berbatasan sebelah utara, selatan, barat. Anehnya saat kami bertanya apakah keputusan Non Executable dapat memenuhi eksekusi, mereka tidak mau menjawab. Ini ada apa?," terangnya.
Andi menjelaskan, pihak Pandmud perdata dan romongan selalu mengatakan nanti Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto yang akan menjawab persoalan tersebut.
Namun sampai hari H pelaksanaan eksekusi, pihak Termohon tidak pernah bisa bertemu dengan Ketua PN Purwokerto.
Atas kejanggalan tersebut, Andi Taslim akan melaporkannya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung RI.
"Semua yang hadir di sini, khususnya pihak PN Purwokerto akan kami laporkan kepada Bawas Mahkamah Agung RI," katanya menegaskan.
Menurutnya, sikap PN Purwokerto yang tetap melakukan eksekusi objek di Wangon Banyumas yang belum inkrah merupakan tindakan yang arogan dan sembrono karena tidak mencerminkan sikap peradilan Indonesia.
Alasannya, pertama objek eksekusi lahan berupa rumah dan toko di Wangon Banyumas merupakan objek yang sama yang saat ini masih bersengketa di PN Jakarta Selatan.
Kedua, perkara perlawanan maupun bantahan saat ini masih dalam proses tingkat banding Pengadilan Tinggi Jawa Tengah (Pengadilan Tinggi Semarang).
"Coba Anda bayangkan objek dilelang hanya Rp 680 juta. Sementara nilai harga wajarnya sekitar Rp 2 miliaran lebih," terangnya.
Oleha karena itu, pihaknya menolak keputusan pelaksanaan eksekusi lahan dan bangunan di Wangon karena dinilai cacat hukum, tidak sesuai prosedur, karena masih berproses di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.
Andi Taslim menambahkan, saat proses pembongkaran, ia melihat adanya sekelompok orang yang diduga pihak-pihak tidak berkepentingan ikut tidak datang membongkar rumah dan toko tersebut.
Saat Andi Taslim bertanya kepada salah seorang dari sekelompok orang tersebut, mereka mengatakan ini perintah panitera muda perdata PN Purwokerto.
Sementara saat ia mengkonfirmasi ke pihak panitera muda PN Purwokerto, justru memberikan jawaban sebaliknya.
"Pihak Panmud perdata PN Purwokerto mengatakan bukan perintahnya. Ini sama halnya mereka datang ke sini tidak mempunyai hak, tapi ikut melakukan pembongkaran," terangnya.
Sementara itu, Panitera Muda Perdata PN Purwokerto Imam Widianto yang turut serta dalam eksekusi mengatakan pemenang lelang ingin menempati lahan hasil lelang, tapi pemilik rumah dan toko tidak mau mengosongkan.
Selanjutnya pemenang lelang mengajukan permohonan pengosongan kepada PN Purwokerto.
"Setelah kami teliti berkas-berkasnya, sertifikat sudah balik nama, pemenang lelang atas nama Suryanto. Karena tidak mau mengosongkan, pihak pemenang lelang minta PN Purwokerto untuk melaksanakan pengosongan," katanya.***
Posting Komentar