74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Jurus berkelit tempe dimasa sulit

Foto : Humas

CTVINDONESIA, BANYUMAS
- Persoalan pemasaran sudah tentu akan berkutat pada harga, pasar, produk, promosi dan distribusi.Hal mana juga berlaku untuk tempe sebagai salah satu makanan favorit di kabupaten Banyumas.


Sebagai produk yang menyerap tenaga kerja dan menjadi peluang berusaha banyak orang, keberadaan tempe menjadi perhatian khusus bagi Pemkab Banyumas ketika kendala atasnya hadir.


Harga kedelai yang merangkak naik menghampiri di angka 30 persen rupanya telah  menggoncang para produsen dan konsumen tempe untuk ber _mutual adjustment_ terhadap kebutuhan tempe yang telah menjadi the way of life.



Sejalan dengan itu, kunjungan Bupati Banyumas Achmad Husein pada sentra industri tempe di desa Pliken Kecamatan Kembaran beberapa waktu yang lalu, seakan menjadi jaminan atas volume ketersedian kedelai sebagai bahan baku tempe di Kabupaten Banyumas.


Pada kesempatan tersebut Achmad Husein menyampaikan bahwa, kenaikan harga kedelai tidak mempengaruhi jumlah pasokan kedelai di Banyumas, karena komunikasi yang baik telah terjalin antara  distributor kedelai dan Pemkab Banyumas.


Senada dengan itu, Titik Pujiastuti selaku Kadinas Perindustrian dan perdagangan Kab. Banyumas juga menyampaikan, bahwa distributor kedelai telah dikomunikasikan untuk kepentingan tersebut, sehingga akan terjamin tidak akan muncul sepekulan kedelai di Kab. Banyumas.


Lebih jauh, Achmad Husein mengatakan bahwa total kebutuhan kedelai di Kab. Banyumas adalah sekitar  75 ton perhari yang terserap di lima sentra industri tempe dan tahu. Untuk itu, dia meminta kepada pemerintah pusat untuk turut mencarikan jalan keluar persoalan tersebut.


Selanjutnya dia berharap agar para perajin bisa mensiasati situasi kenaikan harga kedelai, kaitan dengan tuntutan pasar yg ada, sehingga konsumen tidak kecewa dengan dampak kenaikan harga kedelai terhadap produk tempe yang dihasilkan.


Sementara, Parjito kades Pliken menyampaikan bahwa di desanya membutuhkan pasokan kedelai antara 13 - 15 ton per hari yang mengalir kepada sekitar seribuan perajin tempe, untuk memasok kebutuhan tempe di  pasar dan warung makan se Barlingmascakeb.


Kaitan dengan kenaikan harga kedelai sekarang, masyarakatnya mencoba mensiasati dengan memperkecil volume tempe, juga ada sebagian lainya dengan melakukan penyesuaian harga jual tempe.


Senada disampaikan oleh salah satu perajin tempe di RT 05/06 desa Pliken Pardiman, bahwa meskipun pasokan limapuluh kilo kebutuhan kedelainya tercukupi setiap hari, namun kenaikan harga dari sembilan ribu rupiah ke angka sebelas ribu limaratus rupiah per kilo kedelai, diperlukan siasat dengan sedikit menaikkan harga di kisaran harga seratus rupiah untuk setiap buah produk tempenya. 


Hal mana ditempuh, mengingat biaya produksi yang harus dibayarkan untuk empat orang tenaga kerjanya, matrial pembungkus, bahan bakar dan biaya distribusi memasok tempe ke pasar Cerme Purwokerto.


Hal demikian memang menjadi sebuah keharusan bagi komunitas perajin tempe apabila ingin tetap eksis, karena keberadaanya menjadi gantungan hidup manusia di lingkaran produksinya. 


Sebagaimana Muji, seorang janda satu anak yang telah bekerja selama enam tahun dengan upah tenaga membungkus tempe sebesar lima ribu rupiah untuk setiap seratus bungkus tempe karyanya, dimana dia bisa diproduksi tempe tiga ratus bungkus perhari.


Sebuah keniscayaan bahwa kesuksesan hidup para perajin tempe akan terus berfluktuasi dari tahun ke tahun. Rintangan perlu dihadapi untuk kelanggengan usahanya melalui ciptaan jurus berkelit dimasa yang sulit.***

0

Posting Komentar