Jakarta, 10 November 2020. Dalam perang melawan pandemi COVID-19, Indonesia tengah berjuang
untuk memproduksi vaksin COVID-19 secara mandiri. Salah satu jasa yang tidak boleh kita lupakan
adalah jasa-jasa para pahlawan kesehatan, karena tidak mengenal kata lelah untuk menyehatkan
bangsa, lebih-lebih di masa pandemi seperti ini. Tidak hanya kepada tenaga kesehatan yang berada di
garis depan, namun juga yang bekerja di laboratorium dan mereka yang tengah berjuang melawan
penyakit lain selain COVID-19.
Dalam memperingati Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2020, Komite Penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), dalam acara Dialog Produktif dengan tema Berjuang Tanpa
Lelah Menyiapkan Vaksin, menghadirkan dua tokoh kesehatan. Kisah dua tokoh ini mampu
menggambarkan bagaimana mereka memperjuangkan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Mereka adalah Prof. Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization
(ITAGI) dan Prof. Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Universitas
Padjadjaran (Unpad).
Prof. Sri Rezeki memiliki kisah yang panjang dalam memperjuangkan imunisasi di Indonesia. Guru Besar
Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Indonesia ini mulai terdorong untuk memperjuangkan kesehatan anak
Indonesia saat ditugaskan ke pelosok Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, selepas menyelesaikan
pendidikan dokter pada 1972. Bagi Sri Rezeki bidang ini adalah ilmu tersulit dalam kedokteran. Pasalnya
bayi dan anak-anak yang masih terkendala komunikasi, membuat dokter punya tantangan tersendiri
dalam memberikan diagnosis.
Pada periode tersebut, Sri Rezeki menyadari bahwa permasalahan kesehatan anak-anak Indonesia
cukup besar. Kesadaran ini semakin terpupuk setelah Sri Rezeki pindah tugas ke Jakarta dan merintis
program karang balita, yang kemudian bertransformasi menjadi Pos Pelayanan Keluarga Berencana -
Kesehatan Terpadu (Posyandu).
Seiring berjalannya waktu, Sri Rezeki kemudian bertugas di RS Cipto Mangunkusumo dan semakin
banyak bergelut dengan penyakit infeksi pada anak-anak. Gagasannya agar imunisasi perlu dilakukan
lebih massif, membuatnya terus berjuang hingga menjadi Ketua Satgas Imunisasi dalam Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) dan menjadi Ketua ITAGI sampai saat ini.
Bagi Sri Rezeki, imunisasi merupakan standar kesejahteraan sebuah negara. Menurutnya, cakupan
imunisasi yang luas memberi gambaran tentang kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. "Jadi kalau
mau melihat standar sejahteranya negara, itu termasuk imunisasi", katanya.
Dalam upaya pencegahan penyakit, Sri menyebutkan ada dua aspek dasar yang harus dipenuhi oleh
negara yakni, air bersih yang merata dan imunisasi. Saat dua hal ini bisa disediakan oleh Negara dengan
baik, maka nyaris 70 persen masalah kesehatan anak terkait infeksi penyakit bisa teratasi.
Tokoh kedua adalah, Prof. Kusnandi Rusmil. Seperti halnya Sri Rezeki, Kusnandi Rusmil juga merintis
karir dari level Puskesmas. Ia menamatkan pendidikan dokter pada 1976 dan melanjutkan baktinya pada
sebuah Puskesmas di Lampung. Bekerja di pelosok Lampung selama 8 tahun, membawa Kusnandi
pemikiran, betapa kompleks permasalahan kesehatan anak-anak saat itu. Apalagi, vaksin belum
berkembang dengan baik.
Setelah sempat pindah tugas ke Sumatera Barat dan merampungkan pendidikan spesialis, Kusnandi
lantas kembali ke Unpad untuk menjadi tenaga pengajar pediatri sosial. Dalam mata kuliah yang diajar,
Kusnandi fokus memberi pelajaran mengenai imunisasi.
Kedekatan lokasi Unpad dan PT Bio Farma juga membuat keilmuan Kusnandi banyak digunakan dalam
persiapan produksi beragam vaksin. Nyaris seluruh produk vaksin yang dikembangkan Bio Farma
melibatkan keahlian Kusnandi Rusmil.
"Saya mendapat kepercayaan untuk melaksanakan hampir semua imunisasi. Jadi mulai dari imunisasi
DPT, Hepatitis B, uji klinis fase I-II, kemudian Pentabio, kemudian bersama Prof. Sri saya meneliti vaksin
Dengue, kemudian vaksin Pneumococcus," kata Kusnandi Rusmil.
Sampai kini, Kusnandi Rusmil telah melakukan 26 uji klinis vaksin, termasuk uji klinis fase III vaksin
COVID-19 di Indonesia. “Sudah 1620 subjek penelitian yang telah selesai divaksinasi. Tinggal kita ikuti
perkembangannya. Sebelum divaksinasi, mereka diambil darahnya, kemudian satu bulan, tiga bulan, dan
enam bulan setelah disuntik diambil darahnya lagi untuk dilakukan evaluasi keamanan vaksin, kadar zat
anti bodi, dan efikasinya. Sejauh ini tidak ada efek samping yang berbahaya yang dialami relawan.”
Sosok Sri Rezeki dan Kusnandi Rusmil merupakan dua dari banyak tokoh inspiratif di bidang kesehatan.
Baik Sri dan Kusnandi sama-sama sepakat, imunisasi merupakan hal penting yang harus terus
diperjuangkan pemerintah Indonesia. Tujuan akhirnya tentu mencegah beragam penyakit infeksi yang
menjangkit anak-anak atau masyarakat usia dewasa.
"Jadi kita harus bekerja keras agar cakupan imunisasi di Indonesia meningkat. Karena penyakit yang
kerap menjangkit anak itu penyakit-penyakit yang bisa dicegah oleh imunisasi", tutup Kusnandi Rusmil.
***
Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
Posting Komentar