74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Tirto Adhi, Pelopor Pers Dan Kewartawanan Indonesia


Foto : facebook.
WANGON - Masih dalam semangat memperingati hari kemerdekaan RI yang ke-75, ada baiknya kita simak salah satu tokoh pengembang pers pribumi, Tirto Adhi Suryo.

Tirto Adhi Soerjo (lahir sebagai Raden Mas Djokomono di Blora, 1880 – meninggal di Batavia, 7 Desember 1918 pada umur 37 atau 38 tahun) adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S..

Tirto Adhi Soerjo

Lahir
Raden Mas Djokomono
1880
Blora, Hindia Belanda
Meninggal
7 Desember 1918 (berusia 37–38)
Batavia, Hindia Belanda

Pekerjaan
Jurnalis

Tahun aktif
1894–1912

Suami/istri
Raden Siti Suhaerah
Siti Habibah
Fatimah

Etnis
Jawa

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan Sarikat Dagang Islam. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli.

Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara). Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 7 Desember 1918.

Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula.

Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Pada tanggal 3 November 2006, Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.[1]

Sumber: facebook masa hindia belanda dari wikipedia.
0

Posting Komentar