Cilacap - Ratusan eks-pekerja PT Mitra Karya Usaha Sejahtera (MKUS), sebuah perusahaan kayu lapis (plywood) yang berlokasi di Kawasan Industri Cilacap, Rabu (24/4/2019), menggeruduk kediaman salah satu pengacara senior, Guyub Bekti Basuki di Jalan Kelud, Cilacap.
Mereka menuntut uang pesangon yang pernah dijanjikan perusahaan sebelum di-PHK. Perusahaan mem-PHK ratusan pekerjanya karena lokasi perusahaan tersebut berdiri terkena pembebasan tanah oleh pihak PT Pertamina (Persero) RU IV yang akan mengerjakan megaproyek pengembangan kilang bersama Aramco Saudi.
Aksi mantan pekerja itu sudah kali kedua dilakukan karena sebelumnya tidak bisa bertemu dengan kuasa hukum perusahaan, yaitu Guyub.
Baru pada hari Rabu itu mereka bertemu.
Kedatangan ratusan massa karuan saja membuat tetangga sekitar kaget dan bertanya-tanya, sebab selama ini ruas jalan di tengah kota Cilacap tersebut selalu sepi dan hampir tak ada aktivitas yang menonjol.
Mereka datang dan melakukan orasi yang intinya menuntut uang pesangon, yang oleh mereka dirasa berlarut-larut hingga molor beberapa tahun.
Salah satu koordinator pekerja, Rahmanda Imam Mahfurisandi mengatakan, ke-250 eks-pekerja MKUS mendatangi Guyub untuk minta bertemu dengan GM MKUS, Chandra Dwijayahong yang mukim di Jakarta.
"Kami ingin ketemu GM. Sebab, dari awal kita bekerja hingga sekarang kita di-PHK tidak pernah ketemu. Hanya kita mendapatkan informasi tentang perusahaan dari selebaran yang dipasang di lingkungan perusahaan," katanya.
Imam melanjutkan, mereka mendatangi rumah Guyub selaku kuasa hukum perusahaan untuk bisa mempertemukan mereka dengan GM.
Namun, ucapnya, hal itu tidak bisa karena Guyub bukan kuasa hukum perusahaan berkait pesangon pekerja, tetapi sebagai kuasa hukum perusahaan soal perkara di peradilan Cilacap.
Tetapi secara kekeluargaan, Guyub menurutnya bisa membantu untuk mempertemukan eks-pekerja dengan GM.
Imam bersikukuh uang pesangon harus dikeluarkan sebab GM sudah pernah menjanjikan. Bahkan, informasi perihal berapa jumlah pesangon yang diberikan perusahaan sudah tertera lengkap pada selebaran yang dibagikan ke eks-pekerja, berdasarkan lamanya mereka bekerja di MKUS.
Sementara, Guyub Bekti Basuki yang ditemani Bambang Sri Wahono menjelaskan, pihaknya sebenarnya bukan kuasa hukum perusahaan soal uang pesangon namun soal perkara di pengadilan.
"Saat itu perusahaan mau tidak mau harus mem-PHK karyawannya, karena lokasi perusahaan terkena pembebasan lahan Pertamina," urainya.
Selain itu, pada saat kesepakatan dengan panitia pembebasan lahan (Pertamina), MKUS dan panitia tidak memasukkan adanya ganti rugi bagi karyawan melainkan hanya ganti rugi lahan, yaitu sekitar Rp 35 miliar.
"Panitia menolak menambahkan soal uang pesangon. Menurut panitia, pihaknya hanya sepakat soal ganti rugi lahan, bangunan, dan uang jalan. Perkara uang pesangon ditolak," imbuh Guyub.
Karena sama-sama menolak, MKUS mendaftarkan gugatan terhadap panitia pembebasan lahan di PN Cilacap.
Setelah diputuskan, kata dia, PN Cilacap menetapkan bahwa panitia tetap menolak soal uang pesangon, namun bersedia menambah Rp 3 miliar untuk uang jalan. "Jadi, MKUS menerima uang ganti rugi dari panitia total Rp 38 miliar," ujar Guyub.
Karena perkara ini bersifat khususnya dan aturannya tidak ada banding, MKUS langsung mengajukan kasasi ke MA. Dan karena ini khusus, MA harus memutuskan perkara ini selama satu bulan sejak tanggal diterimanya permohonan kasasi dari PN, MA hingga kini belum memutuskan dikarenakan PN Cilacap mengirimkan berkas kasasi tersebut tanggal 15 Maret 2019.
Guyub lantas menyarankan agar eks-pekerja mengecek berkas dari PN Cilacap di website Kantorpos. "Di situ akan terlihat berkas kasasi dari PN Cilacap sampai di MA kapan. Dari situ bisa dipastikan keputusan MA tanggal berapa," katanya.
Sementara, terkait permintaan eks-pekerja soal hati nurani mengingat mendekati Lebaran, Guyub mengatakan pihaknya bersedia meneruskan permintaan mereka ke GM MKUS. (Red/E)
Posting Komentar