JAKARTA, Indonesia - Mulai Minggu, 6 Maret, Indonesia menjadi tuan
rumah Konferensi Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Organisasi
tersebut didirikan sebagai reaksi dari peristiwa pembakaran Masjid
Al-Aqsa di Palestina pada 1969.
Seolah kembali ke masa awal dibentuknya, konferensi ini memiliki makna khusus karena difokuskan untuk membahas isu Palestina agar segera menjadi negara yang berdaulat.
KTT ini disebut luar biasa karena tidak dijadwalkan dalam rangkaian pertemuan tahunan OKI. Indonesia diharapkan tidak hanya bisa mendorong isu ini agar menjadi perhatian publik internasional, tetapi bisa menyatukan kubu yang bertikai di dalam Palestina.
Berikut beberapa hal yang perlu kamu ketahui mengenai penyelenggaraan KTT tersebut:
Diikuti oleh 64 negara dan organisasi
Terdapat 56 negara anggota, 4 negara pengamat, dan 4 pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dengan Israel dalam KTT ini. Suriah yang sebelumnya ikut masuk ke dalam keanggotaan OKI, dibekukan keanggotaannya pada 2012.
Sementara, empat negara pengamat yang ikut diundang adalah Bosnia Herzegovina, Afrika, Rusia, dan Thailand. Empat pihak yang terlibat di dalam proses perdamaian antara Palestina dengan Israel atau lazim disebut "kuartet" terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB.
Menurut Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Hasan Kleib, alasan ikut mengundang 4 negara pengamat dan 4 pihak kuartet, supaya memberikan peluang aspirasi negara anggota OKI didengar oleh PBB.
"Sehingga bisa mendorong agar pembicaraan perdamaian Israel dan Palestina kembali masuk ke meja perundingan," ujar Hasan dalam sebuah dialog di Kementerian Luar Negeri pada Jumat, 4 Maret.
Sementara Israel, kata Hasan, tidak ikut diundang dalam KTT Luar Biasa OKI karena bukan merupakan anggota OKI, pengamat, atau kuartet.
Fokus kepada kemerdekaan Palestina
KTT Luar Biasa OKI ini semula akan digelar di Maroko. Namun, ketika itu Maroko mengaku tidak siap, sehingga Palestina dan PBB menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, salah satu fokus yang akan dibahas dalam pertemuan ini menyangkut status Yerusalem yang kini diklaim menjadi ibu kota Israel.
Selain itu, kemungkinan akan menyentuh isu lain yang hingga saat ini menjadi batu sandungan dan belum selesai dibicarakan antara Israel dengan Palestina, yaitu perbatasan, pengungsi, pemukiman ilegal, keamanan, dan akses terhadap air bersih.
Retno menegaskan, tidak akan ada isu lain selain fokus kepada kemerdekaan Palestina yang dibahas di forum ini.
"Isu di luar dari Palestina akan dibahas saat digelar KTT reguler OKI di Istanbul, Turki, pada April mendatang," kata Retno.
Ia mengatakan publik internasional sudah mulai melupakan isu Palestina. Sementara sudah 60 tahun lamanya mereka belum bisa menjadi negara berdaulat, sebagian dari wilayah mereka masih diduduki oleh Israel.
Alasan lain, menurut Retno, yang mendorong Indonesia untuk menerima tawaran PBB dan Palestina, karena situasi di Yerusalem yang semakin mengkhawatirkan. Warga Palestina yang ingin beribadah di komplek Masjid Al-Aqsa aksesnya semakin dibatasi.
Digelar dua hari
KTT Luar Biasa OKI dimulai pada Minggu, 6 Maret, dengan pembicaraan dokumen hasil akhir di tingkat para pejabat tinggi. Rancangan mengenai dokumen akhir telah didistribusikan oleh Indonesia kepada negara peserta.
Para delegasi memberikan masukan paragraf demi paragraf yang akan dimasukkan ke dalam dokumen akhir itu. Usai dicapai kesepakatan, maka dokumen akhir akan dibahas di tingkat para Menteri Luar Negeri.
Di tingkat Menlu, dokumen tersebut masih dibahas dalam sesi perdebatan. Usai tercapai kesepakatan, maka dokumen tersebut akan disahkan di tingkat kepala negara pada Senin, 7 Maret.
Hasilkan dua dokumen akhir
Di akhir KTT Luar Biasa OKI, para negara peserta akan menghasilkan dua dokumen, yakni resolusi dan deklarasi. Hasan Kleib menjelaskan deklarasi berisi langkah-langkah lanjutan usai KTT Luar Biasa OKI selesai digelar.
"Apa yang dapat dilakukan oleh negara anggota OKI untuk membantu Palestina agar dapat memberikan solusi yang adil dan sesuai dengan tema KTT OKI: United for a just solution," kata Hasan.
Sementara, resolusi berisi pernyataan dan sikap negara anggota OKI dalam menghadapi konflik antara Israel dengan Palestina.
Apakah akan efektif?
Retno Marsudi mengakui usai KTT Luar Biasa OKI dihelat, Palestina tidak serta merta memperoleh kemerdekaan penuh dan menjadi negara berdaulat. Hal tersebut merupakan proses dan bukan suatu peristiwa.
Dia menjelaskan apa yang dilakukan Indonesia merupakan investasi sehingga nantinya perdamaian antara Israel dengan Palestina bisa tercipta.
"Pilihannya kan, do something and be contribute. Kami berharap kontribusi Indonesia akan membuat perbedaan, walaupun sedikit. Kalau diakumulasikan apa yang telah kami lakukan selama ini sudah cukup besar," kata Retno.
Fokus lainnya, yakni Indonesia ikut memberikan bantuan pemberdayaan bagi warga dan institusi di Palestina, sehingga ketika mereka nantinya akan siap saat ketika mengelola negara berdaulat. - Rappler.com
Seolah kembali ke masa awal dibentuknya, konferensi ini memiliki makna khusus karena difokuskan untuk membahas isu Palestina agar segera menjadi negara yang berdaulat.
KTT ini disebut luar biasa karena tidak dijadwalkan dalam rangkaian pertemuan tahunan OKI. Indonesia diharapkan tidak hanya bisa mendorong isu ini agar menjadi perhatian publik internasional, tetapi bisa menyatukan kubu yang bertikai di dalam Palestina.
Berikut beberapa hal yang perlu kamu ketahui mengenai penyelenggaraan KTT tersebut:
Diikuti oleh 64 negara dan organisasi
Terdapat 56 negara anggota, 4 negara pengamat, dan 4 pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dengan Israel dalam KTT ini. Suriah yang sebelumnya ikut masuk ke dalam keanggotaan OKI, dibekukan keanggotaannya pada 2012.
Sementara, empat negara pengamat yang ikut diundang adalah Bosnia Herzegovina, Afrika, Rusia, dan Thailand. Empat pihak yang terlibat di dalam proses perdamaian antara Palestina dengan Israel atau lazim disebut "kuartet" terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB.
Menurut Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Hasan Kleib, alasan ikut mengundang 4 negara pengamat dan 4 pihak kuartet, supaya memberikan peluang aspirasi negara anggota OKI didengar oleh PBB.
"Sehingga bisa mendorong agar pembicaraan perdamaian Israel dan Palestina kembali masuk ke meja perundingan," ujar Hasan dalam sebuah dialog di Kementerian Luar Negeri pada Jumat, 4 Maret.
Sementara Israel, kata Hasan, tidak ikut diundang dalam KTT Luar Biasa OKI karena bukan merupakan anggota OKI, pengamat, atau kuartet.
Fokus kepada kemerdekaan Palestina
KTT Luar Biasa OKI ini semula akan digelar di Maroko. Namun, ketika itu Maroko mengaku tidak siap, sehingga Palestina dan PBB menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, salah satu fokus yang akan dibahas dalam pertemuan ini menyangkut status Yerusalem yang kini diklaim menjadi ibu kota Israel.
Selain itu, kemungkinan akan menyentuh isu lain yang hingga saat ini menjadi batu sandungan dan belum selesai dibicarakan antara Israel dengan Palestina, yaitu perbatasan, pengungsi, pemukiman ilegal, keamanan, dan akses terhadap air bersih.
Retno menegaskan, tidak akan ada isu lain selain fokus kepada kemerdekaan Palestina yang dibahas di forum ini.
"Isu di luar dari Palestina akan dibahas saat digelar KTT reguler OKI di Istanbul, Turki, pada April mendatang," kata Retno.
Ia mengatakan publik internasional sudah mulai melupakan isu Palestina. Sementara sudah 60 tahun lamanya mereka belum bisa menjadi negara berdaulat, sebagian dari wilayah mereka masih diduduki oleh Israel.
Alasan lain, menurut Retno, yang mendorong Indonesia untuk menerima tawaran PBB dan Palestina, karena situasi di Yerusalem yang semakin mengkhawatirkan. Warga Palestina yang ingin beribadah di komplek Masjid Al-Aqsa aksesnya semakin dibatasi.
Digelar dua hari
KTT Luar Biasa OKI dimulai pada Minggu, 6 Maret, dengan pembicaraan dokumen hasil akhir di tingkat para pejabat tinggi. Rancangan mengenai dokumen akhir telah didistribusikan oleh Indonesia kepada negara peserta.
Para delegasi memberikan masukan paragraf demi paragraf yang akan dimasukkan ke dalam dokumen akhir itu. Usai dicapai kesepakatan, maka dokumen akhir akan dibahas di tingkat para Menteri Luar Negeri.
Di tingkat Menlu, dokumen tersebut masih dibahas dalam sesi perdebatan. Usai tercapai kesepakatan, maka dokumen tersebut akan disahkan di tingkat kepala negara pada Senin, 7 Maret.
Hasilkan dua dokumen akhir
Di akhir KTT Luar Biasa OKI, para negara peserta akan menghasilkan dua dokumen, yakni resolusi dan deklarasi. Hasan Kleib menjelaskan deklarasi berisi langkah-langkah lanjutan usai KTT Luar Biasa OKI selesai digelar.
"Apa yang dapat dilakukan oleh negara anggota OKI untuk membantu Palestina agar dapat memberikan solusi yang adil dan sesuai dengan tema KTT OKI: United for a just solution," kata Hasan.
Sementara, resolusi berisi pernyataan dan sikap negara anggota OKI dalam menghadapi konflik antara Israel dengan Palestina.
Apakah akan efektif?
Retno Marsudi mengakui usai KTT Luar Biasa OKI dihelat, Palestina tidak serta merta memperoleh kemerdekaan penuh dan menjadi negara berdaulat. Hal tersebut merupakan proses dan bukan suatu peristiwa.
Dia menjelaskan apa yang dilakukan Indonesia merupakan investasi sehingga nantinya perdamaian antara Israel dengan Palestina bisa tercipta.
"Pilihannya kan, do something and be contribute. Kami berharap kontribusi Indonesia akan membuat perbedaan, walaupun sedikit. Kalau diakumulasikan apa yang telah kami lakukan selama ini sudah cukup besar," kata Retno.
Fokus lainnya, yakni Indonesia ikut memberikan bantuan pemberdayaan bagi warga dan institusi di Palestina, sehingga ketika mereka nantinya akan siap saat ketika mengelola negara berdaulat. - Rappler.com