JAKARTA — Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 lalu menyisakan 147 perkara sengketa terkait hasilnya di berbagai daerah.
147 perkara tersebut kini telah ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 8 tahun 2015 tentang penyelenggaraan pilkada serentak.
Pada Senin, 18 Januari, empat puluh daerah di antaranya akan menerima putusan dismissal atau putusan terkait hasil pemeriksaan kelengkapan administratif dari perkara yang diajukan. Bila tak lengkap secara administratif, perkara tak bisa diproses lebih jauh.
Dalam proses ini, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), meminta MK untuk fokus menghasilkan putusan yang seadil-adilnya dan tak terjebak pada batasan selisih suara minimal.
"MK harus mengejar keadilan yang substansial, meskipun ada batasan selisih suara itu," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Rappler, Senin.
Batasan yang dimaksud Titi diatur dalam UU No. 8 tahun 2015.
Pasangan calon baru dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil penghitungan suara ke MK, jika jumlah suara yang mereka anggap bermasalah dalam sengketa dapat mengubah hasil akhir pilkada dengan selisih antara 0,5 hingga 2 persen dengan hasil yang ditetapkan pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berikut ini detil dari batasan tersebut untuk pilkada tingkat provinsi dan kabupaten/kota:
Pilkada provinsi:
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
- Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta sampai dengan 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
- Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6 juta sampai dengan 12 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
- Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Pilkada kabupaten/kota:
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 ppersen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 jiwa sampai dengan 1 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1 persendari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
- Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.(str)