Jakarta-Pesawat
AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura kehilangan daya angkat sehingga jatuh di
perairan Pangkalan Bun pada 28 Desember 2014, menurut hasil investigasi Komite
Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang dirilis pada Selasa, 1 Desember
2015.
"Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual
selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut upset condition dan stalk hingga
akhir FDR (Flight Data Recorder),” kata Pelaksana Tugas Kepala Sub Komite
Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam
konferensi pers di Jakarta, Selasa.
“Ini
sudah di luar kemampuan pilot.”
Nurcahyo
mengatakan pesawat tersebut seolah-olah dalam kondisi cuaca buruk karena sayap
kehilangan daya angkat.
"Pesawat
tidak bisa ditukikkan ke bawah karena bagian belakang sudah kehilangan daya
angkat," katanya.
AirAsia
QZ8501 lepas landas dari Bandara Juanda pada pukul 5:35 WIB, namun sejak pukul
06:01, FDR mencatat terjadi kali aktivasi tanda peringatan karena gangguan pada
sistem Rudder Travel Limiter (RTL).
"Gangguan
ini juga mengaktifkan Electronic
Centralized Aircraft Monitoring (ECAM)
berupa pesan AUTO FLT RUD TRV LIM SYS," katanya.
Berdasarkan
pesan tersebut, dia menjelaskan, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai
dengan langkah-langkah yang tertera pada ECAM.
"Gangguan pada sistem RTL bukan lah suatu yang
membahayakan," kata Nurcahyo.
Ia mengatakan gangguan keempat terjadi pada pukul 06:15 WIB dan FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya, namun menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 24 Desember 2014 saat pesawat masih di darat ketika Circuit Breaker (CB) dariFlight Augmentation Computer (FAC) diatur ulang.
Nurcahyo juga menyebutkan tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat tersebut mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT dan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT.
"Setelah pesan tersebut, auto-pilot dan auto-thrust tidak aktif, sistem kendali fly by wire, pesawat berganti darinormal law ke alternate law di mana beberapa proteksi tidak aktif," katanya.
Ia mengatakan pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi upset conditions, artinya di luar kondisi normal dengan sudut kemiringan lebih dari 25 derajatnose up dan 10 derajat nose down.
Hasil KNKT juga menunjukkan, pemimpin penerbangan (kapten pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan ko-pilot bertindak sebagai pilot terbang.
Ia mengatakan gangguan keempat terjadi pada pukul 06:15 WIB dan FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya, namun menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 24 Desember 2014 saat pesawat masih di darat ketika Circuit Breaker (CB) dariFlight Augmentation Computer (FAC) diatur ulang.
Nurcahyo juga menyebutkan tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat tersebut mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT dan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT.
"Setelah pesan tersebut, auto-pilot dan auto-thrust tidak aktif, sistem kendali fly by wire, pesawat berganti darinormal law ke alternate law di mana beberapa proteksi tidak aktif," katanya.
Ia mengatakan pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi upset conditions, artinya di luar kondisi normal dengan sudut kemiringan lebih dari 25 derajatnose up dan 10 derajat nose down.
Hasil KNKT juga menunjukkan, pemimpin penerbangan (kapten pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan ko-pilot bertindak sebagai pilot terbang.
Sebelumnya, pesawat AirAsia
QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura hilang pada 28 Desember 2014 lalu.
Tragedi
tersebut menewaskan 155 penumpang dan 7 awak. Dua hari kemudian, puing-puing pesawat
ditemukan, mulai dari pintu darurat pesawat hingga jasad korban. (str)