Banyumas – Hari ini, Rabu, 9 Desember, masyarakat dunia memperingati hari antikorupsi internasional. Korupsi merupakan penyakit sebuah negara sekaligus akar masalah pembangunan nasional yang harus diselesaikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga yang punya peran strategis di tiap negara hal ini, tak terkecuali di Indonesia.
Dalam peringatan hari antikorupsi internasional, lembaga pemerhati masalah korupsi, Indonesian Corruption Watch (ICW) memberikan sejumlah catatan kepada KPK. Pemimpin KPK saat ini dinilai belum optimal dalam menjalankan amanat untuk pemberantasan korupsi di tanah air.
Berikut sejumlah catatan untuk pemimpin KPK:
1. Janji melindungi Novel Baswedan tak terbukti
Di awal masa jabatannya sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki berjanji akan melindungi Novel Baswedan yang menjadi korban kriminalisasi.
Hal tersebut terekam dalam banyak pernyataannya di media, di mana ia bersama dengan Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi SP, akan “pasang badan” untuk Novel Baswedan.
“Melalui pernyataan pers yang disampaikan di Gedung KPK Mei lalu, ketiganya bahkan berjanji untuk mundur dari jabatannya sebagai PLT KPK jika Novel Baswedan sampai ditahan oleh Polri,” kata peneliti ICW, Emerson Yuntho dalam keterangan persnya.
Namun, sikap berbeda justru ditunjukkan oleh Ruki dalam merespon kekalahan Novel Baswedan dalam sidang praperadilannya di PN Jakarta Selatan pada 9 Juni 2015. Dalam pernyataannya di media, Ruki menyampaikan tidak akan mencampuri urusan praperadilan Novel Baswedan.
Pernyataan ini mengindikasikan upaya lepas tangan dan tidak mau bertanggungjawab terhadap upaya hukum yang dilakukan, padahal perkara yang menimpa Novel sangat berhubungan dengan apa yang dilakukan Novel sebagai penyidik KPK yang sedang menangani perkara korupsi serta krisis umum yang melanda KPK.
Kini, Taufiequrrahman Ruki kembali mengulang pernyataan yang sama. Pada 3 Desember 2015, penyidik Polri kembali akan menahan Novel Baswedan saat ia menghadiri panggilan Bareskrim Polri.
Hal yang sama terjadi pula saat Novel Baswedan menjadi saksi dalam sidang uji materi Undang-Undang KPK yang diajukan oleh Komisioner KPK nonaktif, Bambang Widjojanto. Dalam sidang tersebut, Novel menyebutkan adanya bukti rekaman rencana kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman terhadap KPK, yang dimiliki oleh KPK. Dalam rekaman itu disebutkan adanya rencana mentersangkakan bukan saja Komisioner KPK, tapi juga penyidik perkara korupsi yang diduga melibatkan Komjen Budi Gunawan.
Namun, informasi tersebut gagal diverifikasi karena dipatahkan melalui kesaksian yang disampaikan oleh KPK di persidangan melalui Biro Hukum KPK.
“Posisi ini sungguh tidak menguntungkan bagi Novel Baswedan dan Bambang Widjojanto, Plt Pimpinan KPK dibawah Taufiequrrahman Ruki telah gagal membuktikan komitmen dan janjinya untuk menghentikan kriminalisasi terhadap KPK,” lanjut Emerson.
2. Janji menindaklanjuti perkara Budi Gunawan lenyap ditelan bumi
Usai dilantik sebagai Ketua Plt. KPK, Tufiequrrahman Ruki berjanji melanjutkan penanganan perkara yang diduga melibatkan Komjenpol Budi Gunawan (saat ini menjabat Wakil Kepala Kepolisian Indonesia).
Namun tak lama setelah pelantikannya, perkara dugaan korupsi Budi Gunawan justru dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Perkara tersebut kemudian tidak jelas statusnya setelah diteruskan ke pihak Kepolisian.
Dalam beberapa kesempatan berbeda, Ruki menyampaikan pendapatnya terkait pelimpahan perkara tersebut karena penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan sudah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena bukti-buktinya dianggap tidak mencukupi.
“Perbuatan melimpahkan perkara tersebut bukan hanya tidak strategis, tapi turut menjatuhkan kewibawaan KPK serta menyulut demoralisasi,” tambah Emerson.
3. Penempatan posisi strategis di KPK didominasi Kepolisian
Dalam masa kepemimpinannya sebagai Plt. Ketua KPK, Ruki telah melakukan beberapa perubahan internal KPK, termasuk soal pengangkatan pejabat baru. Beberapa pos strategis dalam KPK kini diisi oleh figur-figur yang berasal dari Kepolisian yaitu, Deputi Bidang Penindakan, Kepala Biro Hukum, dan Direktur Penyidikan.
Ketiga bidang strategis ini menentukan arah penindakan perkara korupsi, sekaligus kebijakan KPK. Muncul kecurigaan dibalik penunjukkan pejabat Polri dalam posisi penting di KPK tersebut karena prosesnya yang dinilai tidak transparan dan akuntabel.
4. Mendukung Revisi Undang-Undang KPK
“Salah satu bentuk potensi pelemahan KPK secara kelembagaan adalah melalui perubahan legislasi. Pembentukan peraturan perundang-undangan baru atau merevisi UU yang telah ada merupakan cara yang paling legal untuk memangkas kewenangan KPK,” kata Emerson.
Cara-cara ini kerap digunakan pelaku korupsi dan kelompok pendukungnya untuk menyerang dan melemahkan KPK. Ada beberapa rancangan undang-undang dan peraturan hukum lainnya yang bertujuan untuk melemahkan KPK. Salah satunya Rancangan Revisi Undang-Undang KPK. (BACA: Kontroversi 15 poin usulan revisi UU KPK)
Selama tahun 2015, tercatat sudah 2 kali isu Revisi UU KPK mengemuka ke publik, namun urung terealisasi karena penolakan yang keras dari publik. Pada Juni 2015, Jokowi telah menolak usulan revisi UU KPK atas desakan publik.
Namun pada Oktober 2015, DPR justru kembali mengusulkan revisi UU KPK untuk segera dibahas bersama pemerintah. Usulan revisi UU KPK itu direspon oleh Plt. Pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki dengan penolakan.
Usulan ini juga ditentang oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan menolak melakukan pembahasan bersama.
Di penghujung tahun 2015 seiring dengan proses pemilihan Komisioner KPK Jilid IV oleh DPR, usulan revisi UU KPK kembali menyeruak ke publik. Kali ini usulan datang dari Plt. Pemimpin KPK Taufiequrachman Ruki.
“Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Hukum DPR pada 19 November, Ruki meminta DPR untuk merevisi UU KPK. Sikap ini tentu berseberangan dan inkonsisten dengan upaya melindungi KPK dari serangan para koruptor yang terus berusaha melemahkan KPK,” kata Emerson.
5. Penindakan “asal bukan polisi”
Upaya penindakan perkara korupsi tetap berjalan, namun Kinerja KPK di era Ruki selaku Plt Pemimpinan yaitu Februari-Desember 2015 hampir serupa dengan kinerja KPK jilid I yaitu 2003-2007.
“Saat itu KPK dipimpin Ruki tidak berupaya memprioritaskan penanganan perkara korupsi strategis di sektor penegakan hukum,” lanjut Emerson.
Padahal dalam kasus korupsi yang lain, kurir-kurir pengantar uang suap diproses oleh KPK dan akhirnya divonis bersalah. Sebut saja Deviardi (suap kasus SKK Migas), Susi Tur Andayani (suap Pilkada Lebak), dan Muchtar Ependy (suap Pilkada Palembang).
Pada era Ruki pula, belum sepenuhnya menuntaskan sejumlah kasus yang ditangani oleh KPK. Artinya meski sudah ada proses hukum yang dilakukan, namun masih ada aktor lain yang belum tersentuh, seperti kasus dana talangan Bank Century.
6. Plt. Pimpinan KPK: Membandingkan Tumpak H. Panggabean dan Taufiequrachman Ruki
Emerson juga membandingkan KPK di bawah kepemimpinan Ruki dan Tumpak H. Panggabean. Hal ini terlihat dari persoalan kriminalisasi dua pemimpin KPK saat itu Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Saat itu KPK dipimpin oleh Plt Pimpinan Tumpak Hatorangan Panggabean yang juga mantan pimpinan KPK Jilid I.
Pada masa kepemimpinan, Tumpak H. Panggabean, berkontribusi besar dalam upaya penghentian kriminalisasi yang dialami komisioner KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad. Tumpak H. Panggabean sendiri yang menyerahkan rekaman percakapan yang berisi upaya kriminalisasi pimpinan KPK di sidang Mahkamah Konstitusi.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk dukungan dan perlindungan kepada Pimpinan KPK yang dikriminalisasi.
Hal ini berbanding terbalik dengan kriminalisasi komisioner KPK, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Dalam sidang Mahkamah Konstitusi dengan Pemohon Bambang Widjojanto, penyidik KPK Novel Baswedan membenarkan adanya rekaman percakapan upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
“Namun kesaksian Novel dibantah oleh Plt. KPK Taufiequrachman Ruki. Ruki bahkan menyangkal KPK memiliki rekaman percakapan tersebut,” lanjut Emerson.
Selain catatan yang ditujukan kepada pemimpin KPK, dalam peringatan Hari Antikorupsi Dunia, ICW menyatakan korupsi merupakan persoalan yang dihadapi dunia.
Koordinator ICW, Ade Irawan mengungkapkan masyarakat juga perlu berkontribusi dalam di Hari Peringatan Antikorupsi Dunia ini. “Jadi justru yang harus disiapkan itu masyarakat bisa melawan korupsi dari hal-hal kecil, karena korupsi sudah masuk ke semua lini kehidupan,” katanya saat dihubungi, Rabu, 9 Desember.(str)