Restoratif Justice Kejari Cilacap.(FOTO : Istimewa) |
CILACAP - Kejaksaan Negeri Cilacap berhasil menyelesaikan perkara pidana yang lebih menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula ketimbang menuntut adanya hukuman dari pengadilan atas kasus dengan pelaku Adi Fudiana korban Ulfatu Rodina dengan prinsip keadilan restoratif (restorative justice), Selasa siang (14/12/2021) di Aula Adi Satya Wicaksana Kejari Cilacap,
Kasus terjadi pada 15 februari 2021 silam sekitar pukul 9:00 WIB di rumah korban Jalan Kemerdekaan Kesugihan, Cilacap pelaku menanyakan perkembangan hasil usaha kerjasama dalam bidang penjualan gas elpiji. Bahkan perkara penganiayaan itu sudah masuk ke ranah pengadilan dan pelaku sudah dijadikan terdakwa.
Namun sebelum pengadilan negeri Cilacap mengeluarkan keputusan, berkat upaya perdamaian yang terus dilakukan oleh Kejari Cilacap agar persoalan tersebut dilakukan melalui kekeluargaan akhirnya keduanya sepakat berdamai.
Dengan hasil kesepakatan ini dan melalui mekanisme yang harus ditempuh, Kejari Cilacap pada akhirnya mengeluarkan keputusan penghentian perkara diserahkan langsung oleh Kepala Kejari Cilacap T. Tri Ari Mulyanto di aula kantor Kejari Cilacap.
Dalam penyerahan SK tersebut Kepala Kejari Cilacap didampingi oleh Kasipidum Widi Wicaksono, Kasi Intel Dian Purnama dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Meitri Listiyoningrum.
Dijelaskan Kajari Cilacap T. Tri Ari Mulyanto bahwa penyelesaian perkara dengan
Keadilan Restoratif (RJ) merupakan bukti penguatan pembangunan di bidang hukum yang modern.
"Kejaksaan adalah wajah hukum pemerintah, dan Peraturan Jaksa (Perja) nomor 15 tahun 2020 adalah penguatan pembangunan di bidang hukum,"katanya.
Namun T. Tri Ari Mulyanto mengingatkan tidak semua perkara bisa diselesaikan dengan Keadilan Restoratif. "Syarat-syaratnya yaitu hukuman dibawah lima tahun, perkara dibawah Rp 2,5 juta dan belum pernah tersangkut hukum atau pemula," tegas Kajari Cilacap.
Namun T. Tri Ari Mulyanto mengingatkan tidak semua perkara bisa diselesaikan dengan Keadilan Restoratif.
"Syarat-syaratnya yaitu hukuman dibawah lima tahun, perkara dibawah Rp 2,5 juta dan belum pernah tersangkut hukum atau pemula," tegas Kajari Cilacap.
Saat ini kejaksaan dalam menangani suatu perkara harus mengedepankan pendekatan Keadilan Restoratif dan bukan pendekatan retributif.
"Sesuai dengan semangatnya yaitu keadilan untuk semua atau justice for all memberikan kepastian hukum, aspek keadilan dan kemanfaatan. Atau mengembalikan ke keadaan semula, bukan pembalasan," urai Kajari Cilacap T. Tri Ari Mulyanto.
Sementara pelaku yang mengakui kesalahanannya beralasan bahwa memiliki kekurangan. "Secara pribadi mengucapkan Terima kasih atas kebijaksanaan yang diberikan kejaksaan negeri Cilacap," ucap dia.
Sedangkan korban Ufita Rodinah bersyukur dengan dicapainya kesepakatan perdamaian itu. "Alhamdulillah telah terjadi kesepakatan perdamaian dengan catatan tidak ada tuntutan dikemudian dihari," ujarnya.
Namun ia meminta agar hak-haknya tetap mendapat perlindungan. "Tetap hak-hak saya dilindungi di perkara ini, saya minta terdakwa selegowo- gowonya dan tetap bersilaturahmi yang baik," kata Ulfatu.
Seperti diketahui saat ini Kejaksaan sedang gencar mengedepankan prinsip Restoratif Justice. Terkait perdamaian diatur lebih jauh dalam Perkejaksaan 15/2020, penuntut umum dapat menawarkan adanya perdamaian dengan memanggil korban secara sah dan patut dengan menyebutkan alasan pemanggilan (Pasal 7 jo. Pasal 8 Perkejaksaan 15/2020).
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi (Pasal 9 Perkejaksaan 15/2020). Dalam hal proses perdamaian tercapai, korban dan tersangka membuat kesepakatan perdamaian secara tertulis di hadapan penuntut umum (Pasal 10 Perkejaksaan 15/2020).(*)
Posting Komentar